Apresiasi Kecil Seorang Guru, Membekas Dihati Peserta Didik

Apresiasi Kecil Seorang Guru, Membekas Dihati Peserta Didik

Gurumenulis Oleh: Annik Winarni, S.Pd | 17 Nov 2025

SD Muhammadiyah Suronatan Yogyakarta menjadi salah satu tempat yang mengajarkan saya berperan sebagai seorang guru, seorang ibu sekaligus sahabat. Setiap pagi saya melangkah ke kelas, suasana ramai, senyum anak-anak mengawali hari dengan penuh kedamaian dan ketulusan. Tetapi, mata saya selalu mencari hal-hal kecil yang bisa menjadi tanda perkembangan mereka. Di balik suasana itu, saya tahu banyak anak yang memiliki gadget di rumah, tablet atau ponsel yang siap memanggil perhatian begitu mereka pulang, siap mengalihkan perhatian dari kegiatan yang lebih bermanfaat.

Kegelisahan saya sering muncul. Gadget memang dapat menjadi sarana belajar, tetapi jika penggunaannya tidak terkontrol, hal itu bisa mengganggu fokus anak pada tugas sekolah maupun pembentukan akhlak mereka. Saya ingin anak-anak tumbuh menjadi generasi Islami yang unggul, berilmu, dan berakhlak mulia, namun saya khawatir jika gadget lebih menarik perhatian daripada membaca Al-Qur’an atau buku bacaan yang bermanfaat.

Saya menyadari bahwa pendidikan bukan hanya tanggung jawab sekolah. Orang tua adalah mitra utama. Maka, saya mulai membangun komunikasi lebih intens: berbagi tips pengelolaan gadget, menyarankan cara memantau anak di rumah, dan menekankan konsistensi dalam mengatur waktu. Saya selalu menekankan bahwa interaksi dengan Al-Qur’an dan buku bacaan yang bermanfaat sebaiknya lebih banyak daripada bermain gadget, agar anak-anak berkembang tidak hanya secara digital tetapi juga dalam ilmu dan akhlak.

Di kelas, saya menekankan pentingnya pengaturan waktu. Anak-anak diajak berdiskusi mengenai kegiatan harian mereka di rumah, termasuk waktu untuk belajar, membaca Al-Qur’an, sholat berjamaah di masjid, mengeksplorasi buku bermanfaat, dan tentu saja, bermain gadget. Saya mengajak mereka menyadari bahwa gadget adalah alat, bukan tujuan utama.

Apresiasi menjadi salah satu cara untuk membangun motivasi. Setiap kali saya melihat beberapa anak yang berhasil menyeimbangkan waktu antara belajar, membaca Al-Qur’an, membaca buku bermanfaat, sholat jamaah di masjid, saya memberikan pujian di depan kelas, bahkan apresiasi saya tidak melulu dalam bentuk pujian, tetapi nominal uang jajan yang tidak seberapa, tetapi membuat mereka bahagia. Saya menekankan bahwa kedisiplinan dan tanggung jawab mereka patut diapresiasi, sekaligus memperkuat pemahaman akan pentingnya prioritas dan hal itu dapat memotivasi teman-temannya untuk melakukan hal serupa. 

Orang tua pun banyak yang mulai memperhatikan bagaimana anak-anak mengatur waktu di rumah, memastikan sholat berjamaah, membaca Al-Qur’an dan buku bermanfaat lebih banyak daripada bermain gadget. Sinergi antara guru dan orang tua menjadi kunci untuk membentuk kebiasaan baik ini.

Tentu, tantangan tetap ada. Tidak semua anak mudah mengatur gadgetnya. Namun, saya belajar untuk bersabar, menegur dengan lembut, dan terus memberikan penguatan positif. Penghargaan dan apresiasi, meskipun sederhana, dapat menumbuhkan motivasi yang konsisten untuk anak-anak. Selain itu, saya juga menekankan pentingnya menanamkan kebiasaan membaca secara rutin. Membaca buku yang bermanfaat atau mendalami Al-Qur’an bukan sekadar tugas, tetapi menjadi pengalaman yang menyenangkan dan menumbuhkan rasa ingin tahu, kreativitas, serta pemahaman akhlak yang lebih baik.

Setiap hari saya belajar menjadi jembatan antara sekolah dan rumah. Saya menanamkan nilai-nilai Islami, memotivasi anak-anak untuk membaca dan belajar dengan bijak, sekaligus mengingatkan mereka bahwa gadget harus digunakan dengan pengawasan. Melihat mereka tumbuh dengan disiplin, akhlak, dan kecintaan pada membaca memberikan kepuasan tersendiri yang membuat semua kegelisahan terasa terbayar.